Hazel beruntung dianugerahi orang tua yang menyayanginya. Hazel adalah putri tunggal. Ibunya setia mendampinginya. Seperti remaja lainnya kadang-kadang Hazel bersitegang dengan orang tuanya,yang penyebabnya berkaitan dengan kondisinya “You are not a grenade, not to us. Thinking about you dying makes us sad, Hazel, but you are not a grenade. You are amazing. You can’t know, sweetie, because you’ve never had a baby become a brilliant young reader with a side interest in horrible television shows, but the joy you bring us is so much greater than the sadness we feel about your illness.”
Hazel mempunyai buku favorit An Imperial Affliction yang ditulis oleh Peter Van Houten. Buku ini menghantarkan dia dengan kisah yang manis bersama Augustus Waters. Mereka penasaran dengan ending yang menggantung. Sementara Peter Van Houten telah pindah ke Belanda dan tidak menerbitkan karya lagi. Augustus dapat menghubungi Peter Van Houten melalui email. Peter tidak mau menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Hazel. Mereka harus datang ke Amsterdam dan menemui Peter Van Houten sendiri.
Perjalanan ke Amsterdam memerlukan persiapan yang matang. Dokter memastikan kondisi Hazel aman untuk bepergian jauh. Sayang sekali, sambutan Peter tidak menyenangkan dan membuat Hazel menangis. Ada satu berita yang mengkhawatirkan yaitu kanker kembali hadir di tubuh Augustus.
Hazel mencoba menyemangati Augustus untuk terus berjuang. “You get to battle cancer. That is your battle. And you’ll keep fighting.” Namun Augustus seperti sudah mengetahui ujung dari perjuangannya.“What am I at war with? My cancer. And what is my cancer? My cancer is me. The tumors are made of me. They’re made of me as surely as my brain and my heart are made of me. It is a civil war, Hazel Grace, with a predetermined winner.”